Pembukaan


Terima Kasih Kepada Seluruh Muslimin Dan Muslimat Yang Telah Berkunjung Ke Blog Kami, Semoga Apa Yang Anda Baca Didalam Blog Ini Dapat Bermanfaat. Sekali Lagi Syukron Katsir, Salam Ukhuwah Islamiyah.

BERSATULAH ISLAM TEGAKKANLAH AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR.

Sabtu, 08 Juli 2023

 Di Atas Ozon, Wali Paidi Diberitahu Bagaimana Kiamat Dunia Dimulai


DutaIslam.Com –

 

Wali Paidi terdiam di atas distro MORKL. Mas Sakti tersenyum memperhatikan Wali Paidi yang ada di depannya itu. Hening yang sangat lama menghinggapi mereka.

"Tidur saja dulu kang di sini," ucap Mas Sakti.

"Nanti saja. Belum ngantuk mas".

Namun, tak lama kemudian Wali Paidi merasakan kantuk berat tak dapat dicegah. Ia pun tertidur. Anehnya, tidurnya seakan masih terjaga. Walaupun mimpi, Wali Paidi merasakan dirinya seakan masih berposisi duduk di depan Mas Sakti, sama persis seperti jagongan sebelum tertidur pulas.

Suara itu tiba-tiba muncul: 
bler....bler....bler.......

Di depan toko, Wali Paidi berdiri dan berjalan ke jendela toko. Wali Paidi melihat kakak Mas Sakti datang naik Harley, lengkap dengan jaket dan celana hitam khas pengendara motor 
gedhe. Kakak Mas Sakti ini turun dari mogenya.

Wali Paidi tersenyum melihat kakak Mas Sakti tersebut mencopot helmnya. Rambutnya keren. Samping kanan dan kiri dicukur habis hanya tinggal tengah kepala sampai ke belakang yang dibiarkan memanjang.

Mas Sakti turun menyambut kakaknya. Dan, mereka berdua naik ke atas toko. Wali Paidi mencium tangan kakak Mas Sakti.

"Ini toh Wali Paidi, hmm....," ucap kakak Mas Sakti.

"Inggih mas 
nggih niki larene (orangnya)".

Setelah ngopi dan merokok sebentar, terdengar suara lagi: "
bler....bler.....". Rupanya ada Harley lagi yang datang saat itu.

"Itu Bang Yik Terongan sudah datang. Ayo berangkat, ayo kamu ikut juga," kakak Mas Sakti mengajak Wali Paidi.

Wali Paidi berboncengan dengan Yik Terongan, sementara Mas Sakti berboncengan dengan kakaknya. Seumur-umur, Wali Paidi baru kali ini merasakan naik Harley dengan kecepatan yang tinggi.

Wali Paidi merasakan, dalam mimpinya itu, seakan jalan yang dilaluinya menuju ke langit, bukan datar bumi. Mereka berempat baru berhenti ketika di depannya berdiri megah sebuah istana yang sangat indah. Wali Paidi, Yik Terongan, Mas Sakti dan kakaknya segera turun dari motor, dan berjalan ke arah istana.

Wali Paidi melihat bumi dari atas tampak diselimuti cahaya biru, "inikah lapisan ozone?" batinnya. Kakak Mas Sakti mendekatinya.

"Apa yang kamu lihat itu memang banyak yang menyebutnya sebagai lapisan ozone. Sebenarnya lapisan biru yang mengitari bumi itu adalah cahaya iman yang terpancar dari hati setiap orang Islam. Kalau iman umat Islam semakin tipis, maka lapisan biru itu juga akan ikut menipis, dan cahaya matahari akan langsung masuk menerobos bumi. Kalau cahaya iman sudah habis, maka terjadilah kiamat," jelas kakak Mas Sakti sambil menepuk pundak Wali Paidi.

Setelah menjelaskan tentang lapisan ozon, kakak Mas Sakti mengajak Yik Terongan dan adiknya masuk ke dalam istana, "kamu belum waktunya masuk, jaga motor saja di luar," ucap kakak Mas Sakti.

"Hahahaha.....santai saja. Sebentar lagi sampeyan boleh masuk," olok Mas Sakti karena Wali Paidi nampak gugup.

"Siap bos!" Balas Wali Paidi.

[dutaislam.com/ab]





 Wali Paidi Lupa Kecantikan Mulan Jameela Karena Ucapan Mas Sakti Ini



DutaIslam.Com –

 

Usai shalat Magrib, Wali Paidi langsung menuju Jalan Sokarno-Hatta, Malang. Dari jalan itu Wali Paidi belok ke kiri. Setelah berjalan hampir satu kilo, Wali Paidi melihat habib yang dicarinya, habib yang dikiranya tukang becak. Wali Paidi melihat habib tersebut memasuki sebuat toko distro. Wali Paidi mengarahkan sepedanya ke kanan, tertampang tulisan didepan toko "MORKL" outlet.

Wali Paidi celingak celinguk di depan toko, mencari habib yang lari ke sana, "mungkin aku salah lihat, kok ia tak ada ada di sini," batinnya.

Tak lama kemudian keluar pemuda jangkung agak kurus menghampiri Wali Paidi, "kang, katanya mondok, kok keluyuran sampai kesini?" Kata pemuda itu.

"Wah wah, mas sakti toh, kok bisa di sini?" Wali Paidi tentu kaget. Kurus tapi bisa melayang sukses menyusul Wali Paidi.

Ternyata Wali Paidi mengenal pemuda jangkung itu. Dialah mas sakti yang oleh Wali Paidi sudah dianggap sebagai kakak tuanya, walau umurnya masih di bawah Wali Paidi.

Setelah saling mengolok-ngolok khas wahabi, eh khas santri, mas sakti mengajak masuk Wali Paidi ke dalam toko, "ayo ngopi diatas aja kang!" ajaknya.

Mas Sakti menaiki tangga menuju ke atas toko Wali Paidi serta melanjutkan obrolan sambil ngopi, kadang mereka tertawa lepas, dan kadang pula. disela-sela obrolan mereka, berdua bilang: Amin....Amin...!

Wali Paidi menselonjorkan kaki dan merebahkan tubuhnya. Di depannya, duduk mas sakti sambil membaca koran bekas.

"Baca apa mas?"

"Ini baca Ahmad Dhani didemo," jawab Mas Sakti

"Soal apa mas?"

"Ini Ahmad Dhani pas konser menginjak lafadz Allah, kan logo Band Dewa itu ada rangkaian lafadl Allah, sedang lantai panggungnya ada gambar besar logo Dewa yang ada lafads Allah tersebut".

"Menurut sampeyan gimana, mas?"

Mas Sakti terdiam agak lama. Setelah menaruh korannya dan menyeruput kopinya, mas sakti menyalakan rokok Mild-nya, kemudian berkata:

"Menurut syariat, Dhani ini salah, tapi hakekatnya kita semua ini berdiri di atas lafadl Allah".

"Maksud dan contoh jelasnya gimana mas?" Tanya Wali Paidi. Orang ini Wali rendahan, banyak tanya.

Mas Sakti berdiri memanggil temannya yang ada di bawah, "Ping, tolong ambil kaca mata di bawah, terus bawa kesini," pinta Mas Sakti kepada rewang tokonya.

Tidak lama kemudian datang teman Mas Sakti membawa kacamata dan menyerahkan kepada Mas Sakti, "Kamu pakai kacamata ini!" Pinta Mas Sakti sambil menyerahkan kacamatanya kepada Wali Paidi.

Wali Paidi duduk, dan memakai kaca mata yang diberikan Mas sakti.

"Ya Allah....Allahu Akbar....!" jerit Wali Paidi.

Dalam pandangan Wali Paidi seluruh dinding toko dan lantainya terangkai lafads Allah. Wali Paidi kemudian mengarahkahkan pandangannya ke bawah, lantai yang didudukinya, yang juga terangkai banyak lafadl Allah. Banyak banget.

Wali Paidi agak ketakutan melihat ini semua, dan Wali Paidi juga melihat nafas yang keluar dari hidung Mas Sakti membentuk lafadl Allah. Dalam pandangan Wali Paidi, seluruh permukaan bumi ini ada rangkaian lafadl Allahnya.

Dengan berlinang air mata takjub, Wali Paidi menyerahkan kembali kacamata itu kepada Mas Sakti.

Tersenyum, Mas Sakti mengatakan begini: "
Andai hijab hati kita dibuka oleh Allah, maka seluruh benda dan seluruh permukaan bumi terangkai lafadl Allah, betapa tidak punya malunya kita kalau kita berbuat maksiat di atas rangkaian lafadl Allah, mungkar kepadanya. Sedangkan kita berada berada di atas buminya".

Wali Paidi semakin tesedu-sedu, dan tidak bisa dicegah, Wali Paidi menangis keras, lupa kalau Mulan Jameela sekarang adalah istri Ahmad Dhani.

[dutaislam.com/ab]





 Sang Wali Bingung Mendengar Sapu, Sandal dan Lainnya Berdzikir Allah, Tapi Gus Dur Tertawa


DutaIslam.Com –

Wali Paidi tidak tahu apa yang dialaminya saat ini. Dia sering mendengar benda-benda yang berada di sekitarnya berdzikir. Mulai sapu lidi yang biasa dipergunakan, sandal para santri yang ditatanya, semuanya berdzikir.

Sampai suatu pagi, Wali Paidi dipanggil mbah romo kiai, dan seperti biasanya, beliau menemuinya di teras 
ndalem, didampingi kopi plus rokok kretek kesayangannya.

"Nak, apa yang kamu alami itu hal yang wajar saja, kamu jangan risau. Setiap orang yang belajar membersihkan hati dan mengajaknya untuk berdzikir setiap saat, maka akan mengalami seperti apa yang kamu alami sekarang ini. Bahkan mendengar lolongan anjing pun akan terdengar seperti suara orang yang berdzikir. Itu semua pantulan dari hatimu. Kamu pasti ingat dengan hadist yang menceritakan ketika Nabi mendengar kerikil yang dipegangnya itu, terdengar nyaring sedang berdzikir," kata mbah romo yai.

"Inggih, kiai".

"Besok kamu berangkatlah ke Malang, berziarahlah ke makam Habib Abdullah Bilfaqih dan ayahnya, Habib Abdul Qadir Bilfaqih. Tapi sebelum kamu duduk, bacalah salam ini," romo kiai menyerahkan secarik kertas kecil kepada Wali Paidi. Diterima dengan penuh takdzim, tanpa bertanya doa itu bid'ah, sesuai sunnah atau tidak. Pokoknya dia terima. Husnudzan paling utama.

"Bacalah!" perintah romo kiai.

"
Salamullahi, ya saadah…..dan seterusnya," Wali Paidi langsung membacanya melagukan salam tersebut dalam syiir khas pesantren, yang biasa disebut Bahar Thowil dalam Ilmu Aridl (gubahan syiir Arab).

"Salam itu memang sudah umum, dan di setiap makam wali, banyak tergantung ucapan salam itu. Andai nanti ketika kamu sudah sampai di makam habib, dan habib tidak berada di makam, maka ketika habib mendengar ucapan salammu itu, insyaAllah habib akan kembali pulang ke makamnya dan menemui kamu," jelas romo kiai.

"Inggih kiai," sekali lagi Wali Paidi mengiyakan, tunduk, patuh.

"Kamu naik sepeda motor si Sofyan saja!" Sofyan adalah putra romo kiai.

Besoknya, Wali Paidi berangkat ke Malang, ke pemakaman umum Kasin. Romo kiai mengatakan kalau makam habib Abdullah dan Habib Abdul Qadir berada di pemakaman umum Kasin. Hanya itu petunjuk yang diberikan.

Sementara, Wali Paidi tidak tahu di mana daerah Kasin itu. Wali Paidi tidak berani bertanya lebih jelas pada romo kiai karena menjaga tata krama. Wali Paidi manut dan berusaha melaksanakan perintah romo kiai tanpa banyak bertanya dan protes.

Sesampainya di Malang, Wali Paidi langsung menuju alun-alun Kota Malang. Setelah memarkirkan sepeda, Wali Paidi clingak-clinguk mencari tukang parkir. Alhamdulillah, tidak lama kemudian ada tukang parkir yang menghampirinya.

Setelah mendapat penjelasan dari tukang parkir tersebut soal makam habib, Wali Paidi langsung berangkat ke daerah Kasin, sesuai petunjuk yang diterima. Kira-kira sepuluh menitan. Wali Paidi sudah berada di daerah Kasin.

"Sekarang tinggal mencari di mana letak pemakaman umum Kasin," bathin Wali Paidi.

Wali Paidi bertanya kepada orang-orang yang ditemuninya. Menurut keterangan, pemakaman umum Kasin ternyata ada dua. Biar jelas jawaban, ia menerangkan kalau berniat ziarah ke makam Habib Abdullah Bilfaqih dan abahnya, Habib Abdul Qadir Bilfaqih.

Setelah mendapat petunjuk yang jelas mengenai arah ke makam, Wali Paidi melanjutkan perjalanan. Namun Wali Paidi tetap tidak dapat menemukan makam tersebut. Ada saja orang yang menunjukkan arah yang salah meski letak makam sudah dekat sekali. Jadinya, ia muter-muter saja di wilayah Kasin hingga setengah jam lebih.

Akibatnya, Wali Paidi kecapaian. Dia menghentikan sepeda motornya di tepi jalan. Turun dari sepeda, sejurus kemudian Wali Paidi mengeluarkan rokok dan menyalakannya. Di tengah-tengah merokok itu, Wali Paidi mulai tawasulan, dalam hati, ia berdoa dan berucap begini,

"Mbah Habib Abdul Qadir, mbah Habib Abdullah, saya mau ke makam panjenengan, tolong tunjukkan di mana makam panjenengan".

Mantap betul, Wali Paidi mulai naik sepeda motornya dan melanjutkan perjalanan. Ia hanya mengikuti apa kata hatinya. Kira-kira baru berjalan 50 meter, Wali Paidi mencium bau harum semerbak,

"
Alhamdulillah makam mbah habib sudah dekat," batinnya.

Wali Paidi mengikuti bau harum yang diciumnya itu, dan tidak begitu lama akhirnya Wali Paidi sudah berada di depan makam umum Kasin. Ia masuk makam, berputar dari gerbang samping. Tampak di tengah makam itu ada bangunan kecil yang atasnya ada kubah hijau. Di bawah kubah inilah makam Habib Abdul Qadir Bilfaqih dan putranya, Habib Abdullah Bilfaqih.

Ketika berada tepat di depan makam yang ada pagar stainlessnya, Wali Paidi membaca salam yang dicatatkan oleh romo kiainya tadi,

"
Salaamullahi ya saadah minarrohmani yaghsyakum…."

Baru satu bait dibaca, hawa di sekitar Wali Paidi terasa sudah lain dari yang tadi. Saking terkejutnya, Wali Paidi sampai terdiam sebentar, lalu dia melanjutkan membaca syiir Salam itu sampai selesei. Ia menunduk penuh ta’dzim. Wali Paidi merasa ada dua sosok agung yang mengawasinya dari dalam.

Setelah selesai membaca syiir Salam, Wali Paidi beranjak ke dekat makam dan duduk, memulai membaca tahlil.

Baru saja Wali Paidi duduk, tiba-tiba ada suara bedug yang ditabuh, 
dum…..diiringi hawa yang menerpa tubuh Wali Paidi. Ketika hawa itu menerpa tubuhnya, seluruh tubuh Wali Paidi serentak berdzikir… Alah…Allah…Allah….

Wali Paidi membaca tahlil diiringi dengan suara bedug 
dum….Allah…Allah…Allah/ dum….Allah…Allah…Allah… ketika hawa itu menerpa Wali Paidi, serentak seluruh tubuhnya berdzikir……

****

Wali Paidi menyelesaikan pembacaan tahlilnya tepat adzan Maghrib berkumandang. Ia berjalan mundur ketika keluar dari makam dan langsung menaiki sepedanya mencari masjid terdekat. Wali Paidi mengikuti adzan yang didengarnya berniat shalat. Tapi semakin mendekat, suara adzannya justru kian menjauh. Akhirnya, Wali Paidi memutuskan untuk putar balik mencari masjid yang lain. Wali Paidi merasa masjid yang dituju tidak mau menerimanya.

Wali Paidi menyusuri jalan ke arah alun-alun Kota Malang. Dia berjalan pelan, bersiap kalau ada masjid yang dilaluinya berharap akan berhenti. Ketika Wali Paidi berada di depan rumah makan Cairo (resto menu Timur Tengah), hatinya menyuruh belok kiri.

Setelah berjalan 20 meteran, Wali Paidi melihat ada masjid di sebelah kiri jalan, masjid tersebut posisinya agak masuk ke dalam. Dia memasukkan sepedanya dan parkir di halaman masjid itu. Terlihat sebagian jamaah sudah keluar dari masjid karena sholat Maghrib sudah selesai.

Wali Paidi melangkah masuk mencari kamar kecil, lalu keluarlah seorang yang kulitnya agak hitam dan berambut agak gondrong dari dalam masjid, yang seakan menyambutnya, "melihat dari sarungnya yang 
ngelinting dan baju kokonya yang putih lusuh serta mangkak mburik, mungkin orang ini tukang becak," gumamnya.

Wali Paidi kaget (dia sering kegetan memang), ketika bertanya padanya di mana letak kamar kecil itu, wajah orang tersebut terlihat jelas mirip wajah Arab habaib. Sorot mata dan wajahnya sangat tajam.

Ke kamar kecil, kencing Wali Paidi 
mobat mabit tidak tenang. Dia merasa berdosa karena mengira habib tersebut sebagai adalah tukang becak yak nah. Habis dari kamar kecil, dia berniat meminta maaf kepadanya.

Anehnya, ketika Wali Paidi selesai berwudlu dan mau masuk ke masjid, habib yang dimaksud sudah tidak ada. Disusul ke parkiran, tidak ada, ke dalam masjid, juga tidak ada. Wali Paidi merasa menyesal karena gampang berburuk sangka kepada orang lain, gampang menilai seseorang dari tampilan luarnya saja.

Wali Paidi tidak tenang ketika melaksanakan sholat Maghrib. Dalam shalatnya, dia meminta kepada Allah untuk dipertemukan dengan habib tersebut. Mengakhiri sholat, mengucapkan salam, menoleh ke kiri, ajibnya, habib yang dicarinya sudah berdiri di samping. Ya Allah, ini siapa sebetulnya?

Wali Paidi berniat mendekat, mau mencium tangannya, tapi habib muda tersebut langsung lari ke luar masjid menuju jalan raya terus, hilang entah kemana.

"
Subhanallah, ternyata di Kota Malang yang hiruk pikuk dunia ini masih ada kekasih Allah yang berseliweran, seharusnya aku tadi minta kepada Allah tidak hanya bertemu, tapi juga minta bisa diberi kesempatan untuk mencium tangannya," gumamnya.

Setelah berdzikir sebentar, datanglah seorang pemuda pengurus masjid mendekatinya sambil memberi secangkir teh jahe kepadanya, dan Wali Paidi melihat banyak habib-habib sepuh mulai berdatangan memasuki masjid. Rupanya, sehabis Maghrib di masjid ini, diadakan rutinan membaca 
Raatibul Haddad.

Wali Paidi berniat untuk keluar karena merasa tidak pantas mengikuti acara tersebut. Bagaimana tidak, yang datang semuanya berjubah, sedang dirinya bercelana jeans dan berkaos oblong hitam dengan gambar Gus Dur sedang tertawa lebar. Hahaha.

Ketika Wali Paidi berdiri, dia mendengar suara tanpa wujud yang berkata kepadanya (
hatif), "kamu mau pergi ke mana, apakah kamu tidak malu menolak undangan Nabi Muhammad?"

Wali Paidi duduk kembali, mengurungkan niatnya untuk keluar masjid. Dia mengikuti pembacaan 
Raatibul Haddad sampai selesai. Wali Paidi merasa malu sekali kepada habib-habib sepuh yang hadir di majelis, terutama kepada Nabi Muhammad yang mengundangnya.

Lalu, siapa habib yang keluar dari masjid tadi? Wali Paidi masih bertanya-tanya? Jangan-jangan memang tukang becak betulan? Bersambung! 

[dutaislam.com/ab]





 Allahu Akbar, Wali Paidi Menyaksikan Pastor Katolik Vatikan Meninggal Husnul Khatimah


DutaIslam.Com –

 

Wali Paidi tertidur di serambi masjid pondok. Setelah selesai menyapu halaman pesantren, Wali Paidi pergi ke serambi masjid sebelah kiri dan menjalankan shalat dhuha dan tertidur pulas.

Dalam tidurnya, Wali Paidi bermimpi melihat seorang Pastor Katolik di sebuah gereja yang sangat besar. Terlihat, pastor itu terlihat membaca kitab Injil, "Injil Perjanjian Lama ini isinya lebih sempurna," ucap sang pastor.

Wali Paidi seakan melihat film tentang kehidupan singkat seorang pastor panutan semua orang Katolik di seluruh dunia. Terlihat oleh Wali Paidi, pastor ini begitu serius membaca Injil Perjanjian Lama hingga beberapa hari itu pastor tidak keluar kamar karena sibuk membaca Injil yang sangat menarik hatinya. Di bab terakhir, pastor membaca, bakal datang Nabi terakhir.

Setelah membaca Injil Perjanjian Lama, pastor ini sulit tidur, dia kepikiran tentang sosok Nabi terakhir tersebut. Pastor ini yakin benar sosok Nabi itu adalah orang Islam, yakni Nabi Muhammad yang benar adanya, karena sosok Nabi Muhammad memang sesuai dengan isi Injil Perjanjian Lama yang dibacanya.

Dan ketika pastor ini berkunjung ke Mesir, ia mengambil kesempatan untuk bertemu mufti-mufti Mesir, bertanya mengenai agama Islam. Ia ingin mempelajari Islam lebih dalam. Salah satu mufti Mesir memberikannya hadiah sebuah Al-Quran.

Setelah acara kunjungan di Mesir selesei, dia kembali ke Vatikan dan mulai membaca lembar demi lembar isi Al-Qur'an. Anehnya, pastor ini semakin kagum dengan isi Al-Qur'an yang dibacanya itu. Setiap ada waktu luang, ia selalu membaca Al-Quran. Setelah khatam, dia selalu mengulanginya lagi. Dan, tanpa disadari, dia kemudian mendapatkan kenikmatan membaca Al-Quran.

Lain waktu ketika pastor ini bertemu dengan Mufti Mesir yang memberinya Al-Qur'an waktu itu, pastor ini berkata:

"Aku tidak akan bisa tidur sebelum membaca beberapa ayat dari Al-Qur'an. Terimakasih telah memberikan Al-Qur'an yang begitu mengagumkan ini kepadaku!".

Walau begitu, pastor ini belum mau membaca syahadat meski hatinya sudah yakin mengenai kebenaran agama Islam. Pasalnya, situasi dan kedudukannya tidak memungkinkan untuk melakukan hal tersebut.

Lalu, dalam cerita di mimpinya, Wali Paidi melihat sang pastor tersebut terbaring dalam keadaan sakit dan mendekati ajal. Ketika pastor ini melihat ada malaikat yang datang padanya, pastor ini bertanya, "siapakah anda?"

"Aku adalah Izrail yang disuruh Allah untuk mencabut nyawamu hari ini".

"Sungguh benar apa yang dikatakan di dalam Al-Quran mengenai hal ini".

Ketika ruh pastor ini baru melewati jari-jari kakinya, pastor ini dengan penuh keyakinan berkata, "
Asyhadualla ilaha Illa Allah, wa Asyhadu anna Muhammad Rasululullah....".

Dan seketika itu juga Allah mengangkat derajat pastor ini menjadi salah satu walinya. Para wali Allah di seluruh dunia banyak yang menyaksikan bahwa ruh pastor ini keluar menuju ke hadirat Allah dan diberi kenikmatan di sisinya, tidak menuju ke neraka.

Para wali yang melihat hal ini saling bertakbir dan bertahmid memuji kebesaran Allah.

Wali Paidi terbangun dari mimpinya di masjid itu, lalu beranjak pergi ke warung kopi belakang pondok. Baru saja duduk, ia melihat berita di televisi pojok warung memberitakan meninggalnya Paus Yohanes Paulus II di Vatikan.

[dutaislam.com/ab]



 Wali Paidi Disebut Gila Karena Makan Kulit Semangka Tong Sampah, Tapi Gembira

DutaIslam.Com –

Wali Paidi duduk dengan tenang. Ia mengambil secangkir kopi yang ada disampingnya. Dengan perlahan, dia melanjutkan menghisap rokok mastna wastulasta wa ruba'a (234, Dji Sam Soe)-nya. Santai, angin semilir menerpa wajahnya.

Setelah kebul rokoknya habis, Wali Paidi berada di atas menara Masjid Kudus, yakni masjid peninggalan Sayyid Jafar Shodiq bin Ustman Haji, Sunan Kudus. Wali Paidi membasahi mulutnya lagi dengan kopi seperti orang berkumur. Mulailah dia tawassulan.

Ketika Fatihah pertama dibaca, angin dengan sangat perlahan mulai berhenti. Khusyuk, Wali Paidi mulai membaca wirid-wirid khusus amalan thoriqoh yang dianutnya. Suasana jadi hening, seakan bumi dan seluruh hawanya berhenti. Syahdu.

Ketika itulah sifat asli Wali Paidi perlahan hilang berganti sifat mulia guru mursyidnya. Dan dengan perlahan sifat gurunya juga mulai hilang berganti sifat ilahiyyah. Di sini Wali Paidi merasakan ketenangan yang begitu luar biasa, seakan Wali Paidi berada di dalam lautan yang begitu luas.

Sirr Wali Paidi keluar dari tubuhnya, melayang-layang ke angkasa. Wali Paidi bisa melihat tubuhnya yang sedang duduk di atas menara. Sirr Wali Paidi terus melayang mengitari kota Kudus, dan mulai terdengarlah sebuah tangisan yang begitu menyayat hati.

Sirr Wali Paidi mengikuti dari mana asal suara itu. Sirr Wali Paidi turun mendekati keranjang sampah. Dari situlah asal suara tangisan suara itu berasal. Sirr Wali Paidi makin mendekat. Di lihatnya, yang menangis ternyata bukan manusia, tapi kulit semangka. Masyaallah.

"Mengapa kamu menangis?" tanya sirr Wali Paidi.

"Aku sedih, ketika aku tumbuh besar dan terasa manis, aku diambil oleh petani dan dijualnya. Aku begitu senang bisa membahagiakan para petani. Tapi ketika mau dimakan, aku ditinggalkan dan dibuang, hanya isinya yang dimakan. Aku merasa tidak ada manfaatnya," jawab kulit semangka, bukan tenang malah menangis lagi. Dalam hati, Wali Paidi ingin memberinya rokok Samsu, "tapi, ah ini kan semangka, dari mana dia akan menghisap rokokku?" batinnya.

"Jangan bersedih, aku akan kembali lagi ke sini," kata sirr Wali Paidi setelah gumam memberinya rokok pasti tidak akan berguna dan tentu ditolak si semangka. Cup cup kang Semangka!

Secepat kilat, sirr Wali Paidi kembali ke tubuhnya. Sehabis mengambil rokoknya Wali Paidi turun dari menara dan pergi ke tempat kulit semangka yang dilihat tadi. Ia masih ingat betul bahwa keranjang sampah itu berada di halaman sebuah masjid yang berada di tengah Kota Kudus.

Setelah sampai lokasi adik Semangka, Wali Paidi langsung menuju keranjang sampah itu, dan mulai mengais-sampah. Wali Paidi tersenyum serta sumringah ketika ia menemukan kulit semangka itu. Begitu lahapnya dia memakan kulit semangka itu. Orang-orang yang tadarusan di dalam masjid heran melihat tingkahnya tentunya.

"Oh, ternyata orang gila tho," batin mereka. Wali Paidi dianggap gila oleh mereka.

Kulit semangka belum rampung dikunyah Wali Paidi, namun ia buru-buru pergi meninggalkan masjid. "Mungkin beginilah yang dialami oleh Imam al Ghazali yang pada waktu itu terkenal dengan tirakat doyan memakan kulit semangka yang dicarinya di keranjang-keranjang sampah," Wali Paidi hanya membatin betapa Imam Ghazali sangat mengenal sirr nya.

******

Malam itu, di sekitar Menara Kudus, hati Wali Paidi menyeruak kegalauan. Tiba-tiba saja perasaan itu menghinggapi hatinya. Kepalanya ikut-ikutan pusing saja.

"Hmmm....pasti ini ada yang 
ngerasani (gosipin) aku". Padahal dia paling suka dirasani sebagai orang gila.

Wali Paidi menselonjorkan kaki lalu menyandarkan tubuhnya di tiang masjid menara. Ketika Wali Paidi mau beranjak dari tempat duduk, datanglah seorang tamu yang langsung nyelonong masuk dan mendekati Wali Paidi. Makin dekat tamu itu ke tubuh Wali Paidi. Dan,

"Huekk juh!" Si tamu tiba-tiba menujukkan semangat meludahi Wali Paidi. Kaget bukan kepalang tentu. "Siapa si tamu ini, kok tiba-tiba saja meludahi aku," batinnya.

"Huek, huek, juh!" si tamu meludah lagi, kali ini mengenai mata Wali Paidi. Tapi dia diam saja. Dengan ujung bajunya, dia mengusap ludah yang mengenai wajah itu.

Terus berlanjut, dengan bekacak pinggang, si tamu mengangkat wajahnya lagi lalu menunduk lagi dan, "huekkkkk... juh..juh.." si tamu mengeluarkan semua ludahnya. Kontan saja wajah Wali Paidi langsung jibrat ludah semua. Banjir bau bacin.

Wali Paidi mulai menangis, ia tidak merah, tapi perlahan Wali Paidi mengusap lagi wajahnya, lalu dengan lembut Wali Paidi bertanya kepada si tamu, "siapakah tuan?"

"Aku adalah malaikat yang disuruh mengujimu, karena orang-orang banyak yang memuji kalau kamu adalah orang yang sabar. Makanya Allah menyuruhku untuk membuktikan apakah benar pujian orang terhadapmu, dan ternyata benar, kau memang orang yang sabar," jawab orang itu tersenyum, lalu ngeloyor pergi. "Enak ya jadi malaikat," batin pembaca cerita ini. Hahaha

Wali Paidi hanya tertegun, dan tidak begitu lama datang lagi orang yang sangat perlente. Kali ini wajahnya ganteng, gagah dan memakai stelan jas dan berdasi. Sungguh gagah dan ganteng sekali melebihi suami Raisa pokonya.

Setelah turun dari mobil mewahnya, si tamu ini mendekati Wali Paidi, dan dengan tersenyum si tamu itu duduk di dekatnya, "mas, maaf mengganggu sebentar, bisa minta duwitnya mas, ATM saya tadi hilang, buat beli bensin mawon," kata si tamu.

"Minta berapa?" Tanya Wali Paidi, masih dengan pandangan yang mengherankan atas penampilan tamu barunya itu.

"Sedikit mas, 1 juta saja".

"Wah, kalau segitu tidak punya aku".

"Ya berapa saja, pokoknya ada," si tamu terus mendesak.

Wali Paidi agak ragu, tapi dia membuang jauh-jauh perasaan itu. Bagaimanapun, dia harus menolong orang yang butuh, tak peduli siapapun itu. Wali Paidi menurunkan kopyahnya dan mengambil uang dari selipan kopyahnya. Tanpa dihitung, dia menyerahkan semuanya.

"Terima kasih, ternyata benar pujian orang-orang terhadapmu, kamu adalah orang yang dermawan," kata si tamu.

"Siapakah tuan?"

"Aku adalah malaikat yang disuruh mengujimu".

Wali Paidi menunduk, dia sadar sekarang, mengapa hatinya jadi galau dan kepalanya jadi pusing. Ternyata banyak orang yang ngerasani dengan memuji-muji dirinya, bukan dengan mencacinya.

Dia tahu bahwa Allah lah yang pantas dipuji. Allah lah yang Maha Penyabar. Allah lah yang Maha Dermawan. Allah cemburu dan mengutus malaikat mengujiku karena banyak yang memuji aku sebagai orang yang sabar dan orang yang dermawan

"Assalamu'alaikum," Wali Paidi tersadar dari tafakkurnya setelah mendengar suara orang yang mengucapkan salam kepadanya.

"
Waalaikum salam," jawab Wali Paidi berdiri.

Di depan Wali Paidi, jumleger mak jegagik ada wanita yang sangat cantik, bercelana ketat dengan atasan baju longgar, berlengan panjang putih serta dan memakai kerudung ala kadarnya. Tampak rambutnya yang duhai berkilau kemerahan. Sungguh menggemaskan.

"Kenalkan nama saya Mulan Jameela," ucap wanita ini dengan genit sambil menyodorkan tangannya. Tapi Wali Paidi hanya terdiam, "ujian apalagi ini, diuji apa lagi diriku ini," ia mengucap itu karena ini adalah yang paling berat. Tapi apa ada malaikat berjenis kelamin perempuan, cantik pula.

Ya Allah, temukan saja aku dengan semangka di Kota Kudus itu. Aku lebih suka menolong makhlukmu si kulit semangka itu daripada harus mendapat cobaan berat seorang Mulan ya Allah, apalagi Raisa. "Lebih baik dirasani gila daripada dirasani dermawan dan sabar, tapi terserah jenengan Gusti, saya pasrah," batinnya. 

[dutaislam.com/ab]



 Malaikat Datang Membawakan Oleh-oleh Saat Wali Paidi Sakit, Apa Itu?


DutaIslam.Com – 

 

Setelah pertemuan di Gunung Pring Magelang itu, Wali Paidi jatuh sakit. Ia menempuh perjalanan jauh yang tak terencana sebelumnya. Wali Paidi pindah dari truk satu ke truk lainnya. Kadang kehujanan, dan seringkali kepanasan. Tubuh Wali Paidi tidak kuat menerima semua itu.

Ia terbaring tak berdaya. Badannya panas, matanya semakin cekung karena kurang tidur. Namun senyumnya masih tetap sama, cerah dan menyenangkan, tidak nampak seperti orang yang sedang terkana penyakit. Mendengar Wali Paidi sakit, para tetangga menjenguknya. Di antara mereka ada yang berinisiatif mengantarkan Wali Paidi berobat ke rumah sakit terdekat, tapi ditolak.

"Biarlah, 2 atau 3 hari juga akan sembuh sendiri," jawabnya.

Para tetangga sangat sayang kepada Wali Paidi bukan karena dia wali (banyak yang tidak tahu kalau Paidi adalah waliyullah), dan bukan juga karena ia orang kaya. Wali Paidi disayang banyak orang karena ia dikenal dermawan, 
nyah-nyoh, suka menolong dan sopan terhadap yang tua serta sayang kepada yang lebih muda.

Ia terus sakit. Memasuki hari ketiga, demam tubuh yang dialami Wali Paidi makin meninggi. Sehabis shalat Isya yang ia lakukan dengan berbaring, tubuhnya tak lagi kuat kuat menahan. Ia pun akhirnya tidak sadar dan pingsan.

Lama sekali ia tidur dalam ketidaksadaran itu hingga ada seseorang yang datang menyeka tubuhnya dengan handuk dingin. Ia akhirnya siuman saat merasakan handuk laki-laki tampan dan bersih itu.

"Siapa Anda?"

"Saya adalah amalan sholawat yang biasa sampeyan baca. Saya akan menjaga sampeyan sampai sembuh," ucap pemuda. Deg, Wali Paidi kaget.

"Apakah aku sudah mati?"

"Belum," senyum mengembang dari pemuda tampan tak dikenal itu.

Wali Paidi tertegun dan terdiam. Tidak lama kemudian, ada yang mengetuk pintu kamar Wali Paidi.

"
Assalamu’alaikum".

"
Waalaikumsalam," Wali Paidi dan pemuda menjawab bareng.

Sang Pemuda itu lalu membungkukkan badannya dan berbisik kepada Wali Paidi, "Kang, tamu yang datang ini adalah malaikat," bisiknya.

"Apakah ia Malaikat Izrail?"

"Hehehe, bukan, tapi Malaikat Rahmat".

"Kalau begitu bukakan saja pintu kamarnya, Mad. Tak apa kan kalau kamu aku panggil Somad?" ujar Wali Paidi

"Iya, tak masalah kang," Somad membuka pintu kamar.

Tampak masuk seorang pemuda yang juga tampan. Ia seperti membawa baskom.

"Siapakah Anda?" Wali Paidi bertanya lagi kepada tamu kedua nya itu.

"Saya Malaikat Rahmat."

"Kopikah yang kau bawa di baskom itu," Wali Paidi jan tenan. Dia memang sudah lama tidak ngopi sejak sakit. Melihat baskom, pikirannya kopi dan kopi. Wali Paidi memang dikenal Sufi (Suka Kofi).

"Hahaha...kang....kang," Somad tertawa.

Malaikat Rahmat lalu meletakkan baskom di meja yang terletak di sebelah kiri tempat tidur Wali Paidi, lalu ia berkata, "Ini bukan kopi kang. Tapi air dari telaga Kautsar untuk diminum dan buat berwudlu".

Cling, setelah mengantar oleh-oleh dari telaga Kautsar, malaikat berwujud pemuda tampan tadi pamit. Namun selang lima menit kemudian, datang lagi seorang tamu.

Ternyata, tamu yang akan datang ini adalah Baginda Nabi Muhammad Saw. Kamar Wali Paidi yang awalnya bau apek, mendadak harum semerbak setelah Baginda Nabi datang. Wali Paidi berusaha bangkit menghormati beliau, tapi Nabi menyuruhnya tetap berbaring

"Ali Firdaus, bergembiralah, karena derajatmu sudah dinaikkan oleh Allah," ucap Baginda Nabi.

Nama asli Wali Paidi adalah Ali Firdaus, tapi Nabi Khidir senang memanggil dengan sebutan Paidi. Dari kata faedah. Harapan Nabi Khidir, Wali Paidi bakal menjadi orang yang berfaedah. Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat buat sesamanya, dan itu akhirnya terbukti.

Mendengar perkataan Nabi, Wali Paidi hanya bisa menangis, tidak bisa berkata-kata. Dia hanya bisam menangis dan menangis lagi.

Setelah Baginda Nabi Muhammad keluar, datang kemudian Nabi Khidir. Beliau inilah yang banyak menurunkan ilmu-ilmu hikmah luar biasa kepada Wali Paidi. Walau pertemuan Wali Paidi dengan Nabi Khidir begitu singkat, tapi ilmu yang didapat Wali Paidi sama dengan ilmu orang yang belajar selama 100 tahun.

Setelah Nabi Khidzir, datang silih berganti wali-wali yang dikenal Wali Paidi. Menjelang shubuh, datanglah Mas Kiai mursyid, guru dari Wali Paidi. Kala itu, tubuh Wali Paidi sudah segar dan sehat. Ia datang membawa kopi dan rokok.

Usai jamaah Subuh, mereka berdua ngopi dan ngerokok bareng. Wali Paidi dapat dapat banyak wejangan dari mas kiai mursyid, yang sedikit membuka rahasia Arsy kepadanya, membuka jalan yang akan dihadapi Wali Paidi kelak.

Ketika sakit, para wali Allah itu banyak mendapatkan ilmu-ilmu hikmah yang luar biasa. Kita melihat mereka dengan pandangan kasihan karena sakit. Tapi di balik itu semua, para wali Allah sangat berbahagia. Sakitnya para wali justru bisa lebih mendekatkan derajat iman dan taqwanya kepada Allah. Dinaikkanlah derajatnya.

[dutaislam.com/ab]