Ternyata, Hanya Wali dari Indonesia yang Kemana-Mana Bawa Rokok dan Kopi
(1)
DutaIslam.Com –
Setiap tanggal 10 Dzulhijjah (Arofah), ada perkumpulan
40 wali di atas gunung sekitar daerah Makkah. 40 wali ini tersebar ke seluruh
pelosok dunia. Dan setiap tahun mereka memang berkumpul di atas bukit itu (maaf
tempat dirahasiakan).
Di antara mereka, ada yang datang dengan cara terbang, naik sajadah seperti
Alladin, dan ada pula yang muncul dari bumi (mecungul). Ada pula wali lain yang
datang dengan naik burung. Begitu pula ada yang "cling", bisa
langsung sampai lokasi gunung berbukit itu.
Acara tahunan ini (semacam reuni) dipimpin lansung oleh King of The King Sulthonul Aulia,
rajanya para wali yang setiap masa hanya satu orang di seluruh jagad semesta
ini.
Ketika para wali sudah berkumpul di atas bukit itu, mulailah terdengar
dentuman-dentuman dan lantunan dzikir yang terpancar dari hati mereka. Di atas
bukit itu pula, para malaikat berwujud awan ikut menyemarakkan acara reuni
tahunan itu, lengkap dengan hembusan angin sepoi-sepoi berlantunkan takbir,
tahmid dan tahlil.
Tampak dari kejauhan, di bawah bukit, ada orang yang nampak tidak terlalu tua
sedang tertatih-tatih dan sangat kesulitan ketika hendak menaiki bukit. Ini
berbeda dengan wali-wali yang datang sebelumnya. Seorang tua ini tampak sungguh
sangat kesulitan mencapai titik bukit tujuan.
Dengan tongkatnya, dia berusaha melewati bebatuan yang terjal dan berliku.
Kadang harus berhenti sebentar untuk mengatur pernafasannya, lalu beranjak
menaiki bukit lagi. Setelah sampai di puncak, gemuruh nafas orang tua ini makin
nampak tersengal kecapekan. Pakaiannya biasa, yakni jubah putih kecoklatan dan
nampak agak kotor.
Walaupun kelelahan, wajahnya selalu tersenyum. Dari wajahnya, bisa dikatakan
orang ini tidak gampang liyan, tawadlu' dan sopan.
Para wali yang sudah berkumpul pun menghentikan aktifitas setelah melihat
kedatangan orang tua ini. Suasana tiba-tiba hening, satu persatu para wali
menyalami orang ini dengan penuh hormat dan takdzim.
''Ahlan wa sahlan ya habiballah ya sulthanal
aulia,'' ucap mereka.
Masyaallah,
ternyata orang yang tampak biasa sekali ini adalah rajanya para wali. Keramat
dan kesaktiannya seakan tidak ada sama sekali. Tak nampak sebagai raja.
''Tolong panggilkan Paidi, arek Indonesia itu suruh ke sini,'' ucap sang
Sultonul Aulia kepada para wali.
Disela-sela kerumunan para wali, muncullah seorang pemuda dengan jas layaknya
tentara dan peci hitam yang agak tinggi. Dari wajahnya, terlihat kalau Paidi
ini pemuda yang kocak. Sambil cengar-cengir, pemuda ini mendekati sang Sulthon
Aulia dan mencium tangannya.
Setelah Wali Paidi ini menghadap, sang Sulthon berkata padanya, ''Paidi, sini
aku minta rokoknya dan tolong sekalian masak air, buatkan kopi!''.
Hehehe, ternyata wali yang kemana-mana membawa rokok dan kopi hanya wali dari
Indonesia.
***
Sehabis dari pertemuan di Makkah, Wali
Paidi kembali lagi ke Indonesia. Ia ingin mencoba ilmu yang baru saja didapat
dari temannya yang juga wali, dari India, Naseer Khan. Ilmu itu disebut sebagai
"melipat bumi".
Teman Wali Paidi ini memang terkenal sakti. Seluruh biksu di India tidak dapat
menandingi kesaktiannya. Bahkan biksu dari Tibet banyak yang masuk Islam
setelah kalah bertarung dengan Naseer Khan ini.
Ketika
berangkat ke Makkah, Wali Paidi "nunut" temannya dari India ini. Wali
Paidi hanya disuruh menggandeng tangannya, lalu tiba-tiba saja
"cling", Paidi dan temannya, Naseer Khan, sudah berada di Makkah, di
atas bukit tempat pertemuan rutin.
Dan karena kasihan, Wali Naseer Khan ini mengijazahkan ilmu melipat bumi kepada
Wali Paidi, supaya di acara pertemuan-pertemuan yang akan datang, dia tidak
repot mencari tebengan lagi.
Wali Paidi mencoba memejamkan matanya, dan mulutnya mulai berkomat-kamit
membaca doa-doa khusus. Tiba-tiba tubuh Wali Paidi terasa dingin. Bumi yang
didudukinya terasa seperti es. Wali Paidi membuka matanya. Dan tampak di
depannya sebuah bukit yang tertutup es. Lalu dia melihat ke bawah. Trenyata,
bumi yang didudukinya juga terbuat dari es.
"Dimanakah aku ini," batin Wali Paidi.
Wali Paidi berdiri, melihat sekelilingnya. Semuanya tampak putih tertutup
salju. Wali Paidi kemudian berjalan mengitari tempat yang belum pernah dilihat
selama hidupnya, sepi tiada orang sama sekali.
Lamat lamat wali paidi mendengar ada orang yang bersenandung membaca sholawat.
Dengan perlahan, Wali Paidi mengikuti asal suara senandung sholawat tersebut.
Dan tampaklah di depannya seekor Beruang Putih, membungkuk di tepi sungai,
mencari makanan ikan segar.
MasyaAllah, ternyata yang bersenandung itu bukan manusia, tapi beruang putih
itu. Wali Paidi berhenti. Beruang Putih itu menoleh kepada Wali Paidi dan
berkata kepadanya, "Assalamu’alaikum," ucap Beruang itu.
"Waalaikumus salam," jawab Wali Paidi dengan
penuh perasaan, kaget dan heran.
"Kamu Wali Paidi ya? Aku tadi dapat kabar kalau nanti ada orang yang
kesasar ke sini, namanya Wali Paidi," terang beruang itu.
Setelah memakan ikan yang baru didapat, sang Beruang Putih itu melanjutkan dan
berkata lagi,
"Kamu jangan kuatir. Memang sudah biasa. Orang belajar itu tidak bisa
langsung menguasai ilmu yang baru didapatnya, cobalah sekali lagi," kata
beruang tersebut lalu pergi meninggalkan Wali Paidi.
Wali Paidi diam seribu bahasa. Ia mendongak ke atas, melihat posisi matahari.
Ternyata dia kesasar ke Kutub Selatan, dan bertemu Beruang Putih yang bisa
bicara, bersholawat dan dzikir saat dia bekerja mencari ikan segar untuk
dimakan.
Setelah shalat sunnah dua rokaat, Wali Paidi pun mulai merapal doanya kembali,
dan cling! Entah sampai mana lagi dia selanjutnya.
[dutaislam.com/ab]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar