Saat Joget Bersama "Mulan Jameela", Wali Ini Justru Melihat Paha Berdzikir
DutaIslam.Com –
Wali Paidi menyusuri jalan, pergi tanpa arah dan
tujuan. Dia hanya berjalan dan berjalan, lupa akan makan dan minum. Wali Paidi
ingin menghindari orang-orang yang mulai tahu kedudukannya. Mulai banyak orang
sekarang yang memanggilnya gus, kiai bahkan ada yang terang-terangan
menggangilnya sang wali.
Kehidupan Wali Paidi sekarang tampak ramai. Ada saja orang yang memerlukan
bantuannya, soal jodoh, penglaris atau hanya meminta barokah do'a. Dan yang
paling berat adalah jika ada yang meminta diakui sebagai murid. Wali Paidi
merasa terusik, dia ingin merasakan kehidupan yang dulu yang hanya dikenal
sebagai penjual minyak wangi, atau guru pengajar alif ba' ta' di musholla
kecilnya.
Dan sekarang banyak orang yang berlomba-lomba hendak membangun mushollanya.
Padahal Wali Paidi sangat ingin menghindari itu semua. Dia jengah akan semua
pujian yang dialamatkan pada dirinya, terutama sejak datangnya malaikat yang
mengunjungi baru-baru ini.
Wali Paidi mulai memasuki hutan belantara. Dia berjalan terus dan berhenti
ketika dia melihat di depannya ada sungai. Didekati olehnya bibir sungai,
dilihat airnya begitu jernih. Dia menunduk dan mulai membasuh tangan dan
mukanya, lalu Wali Paidi memperbarui wudlunya. Wali Paidi diberi kemampuan oleh
Allah selalu dalam keadan suci (punya wudlu) atau bahasa ngaji sak paran-parannya: "da'imul wudlu".
Setelah wudlu, Wali Paidi baru sadar kalau jauh di seberang sana, ada orang itu
nampak sedang memancing. Wali Paidi mendekati orang itu. Dia merasa orang itu
bukan sembarangan. Melihat wajahnya saja, tiba-tiba hati Wali Paidi semakin
tentram. Wali Paidi mau mengucapkan salam tapi kedahuluan orang tersebut.
"Assalamu'alaikum, Kang Paidi".
"Waalaikum salam, kalau boleh tahu siapakah Anda?" Wali Paidi memulai
tanya.
"Untuk saat ini namaku Syukron Fahmi," jawabnya.
Wali Paidi terdiam. Dia hanya menunduk memikirkan jawaban orang tersebut. Dan
tiba-tiba saja sikap Wali Paidi berubah dengan sendirinya tanpa disadari. Wali
Paidi bersikap seakan mengahadapi gurunya.
"Kang paidi sampeyan tidak seharusnya menghindari semua itu. Pujian-pujian
itu adalah ujian buatmu. Ujian yang berupa pujian itu lebih berat dari
penghinaan. Allah mau meningkatkan derajat sampeyan," terangnya.
Tapi Wali Paidi justru semakin menunduk. Ternyata orang yang sedang memancing
ini mengetahui kegalauan dirinya hingga harus berjalan tanpa arah.
"Kang Paidi, menghidari pujian-pujian itu sama saja sampeyan menafikan
kekuatan Allah karena sampeyan merasa tidak mampu. Padahal Allah lah yang
memberi kekuatan," lanjutnya.
Wali Paidi hanya bisa berdiam dan semakin menunduk. Air mata mulai meleleh.
"Ingat, La Haula wala quwwata illa billah. Merasa mampu dan merasa tidak
mampu itu tidak boleh. Itu bagian dari syirik
khofi (samar) bagi orang setingkat sampeyan karena
Allah yang memberi kekuatan, Allah meliputi segalanya".
Wali Paidi menangis sesenggukan. Dia yakin orang yang di depannya adalah Nabiyullah
Khidir. Dia ingin bersalaman dengannya untuk memastikan. Setelah tangisnya
mereda, wajahnya diangkat. Tapi orang yang mengaku bernama Syukron Fahmi itu
sudah hilang dari hadapannya.
Setelah bertemu sosok Syukron Fahmi, Wali Paidi masih terdiam dalam duduknya,
masih merenungi ucapan sosok misterius yang menggugah jiwanya itu.
Wali Paidi berdiri membersihkan tempat duduknya dan mulai melaksanakan shalat.
Setelah salam, Wali Paidi berdiri lagi dan melakukan shalat lagi, begitu terus
sampai malam kira-kira sekitar jam 9 malam. Wali Paidi berhenti dan melanjutkan
dengan dzikir dan wirid.
Dia duduk bersila, memusatkan pikirannya, membuang jauh-jauh pikiran tentang
dunia, menggerakkan hatinya untuk tetap berdzikir sirr, dan entah berapa lama
hal ini terjadi. Tak lama kemudian, Wali Paidi merasakan alam di sekitarnya
begitu hampa, tidak ada suara. Semuanya jadi hitam gelap gulita. Wali Paidi
seakan menjadi udara yang hampa dan bergerak mengitari alam yang hitam pekat
ini.
Setelah berkeliling, tampak di depannya ada dua sosok manusia yang sedang duduk
seperti duduknya orang tahiyyat shalat, dan berdiri di samping mereka sosok
berjubah putih yang bercahaya. Lamat-lamat Wali Paidi mengenali salah satu
sosok yang duduk di depannya tersebut.
"Tidak salah lagi, beliau adalah Imam Ghzzali Mujtahid Islam," batin
Wali Paidi.
Sosok berbaju putih itu melangkah ke depan dan mengucapkan sesuatu kepada benda
yang di depannya yang tidak terlihat, "Gusti, bagaimana menurut jenengan
terhadap kedua kekasihmu ini, Nabi Musa dan Al-Ghazali," ucapnya.
Lalu ada suara yang mengatakan dari entah:
"Musa, dengan ijinku, ia bisa menghidupkan orang yang telah mati. Tapi aku
lebih suka terhadap Al-Ghazali karena dengan ijinku pula, ia bisa menghidupkan
hati hamba-hambaku yang telah mati. Dia banyak menghilangkan kebodohan dan
membuka jalan buat hamba-hambaku untuk lebih mengenalku".
Ketiga sosok itu samar-samar menghilang dari pandangan Wali Paidi. Lamat-lamat
terdengarlah adzan subuh, sedikit demi sedikit alam mulai terlihat kembali.
Setelah shalat, Wali Paidi bangkit dan kembali pulang.
***
Hari ini Wali Paidi berpenampilan lain dari biasanya. Tampil gaul ala parlente.
ia memakai sepatu UNKL347, bercelana jeans pensil Airplane System dan pakai
kaos merk Spilis Infection. Semua pakaian itu ia tidak beli, melainkan
pemberian dari adik mas kiai mursyid yang kebetulan buka toko pakaian, Distro
Kang Santri namanya.
Dengan kaca mata BL hitam Invictus, Wali Paidi berangkat memenuhi undangan mas
kiai mursyid dalam rangka tasyakuran dan pembukaan toko onderdil impor. Mas
kiai mursyid ini kalau bisnis memang tidak mau setengah-setengah. Sekali
terjun, langsung all out, menyelam lebih dalam. Serius tingkat dewa.
Pagi sekitar pukul 09:00 WIB, Wali Paidi sudah sampai lokasi toko mas kiai mursyid.
Tampak terop kecil mewah sudah menghiasi depan toko. Di bawahnya berjajar rapi
kursi-kursi tamu terbungkus kain putih. Di depan terop itu ada geladak kecil
yang juga tertutup kain putih. Pada bagian atas, ada karpet merah. Piano
elektone ada di sebelah kiri dan musik Barat Slowrock berkumandang mulai awal
acara.
Uniknya, suasana super mewah ala Barat itu, masih saja ada tamu yang datang dan
pede memakai kopyah dan sarung dengan merk mencolok: "NU". Padahal
banyak tamu lainnya berpaikan ala exekutif muda.
Mas kiai mursyid ternyata memang mengundang seluruh pelaku bisnis yang ia
kenal, daerah dan luar daerah. Sengaja ia menyeting acara pembukaan tokonya
onderdilnya itu seperti acara pembukaan toko onderdil lain yang penuh hiburan
dan glamor walau banyak orang tahu ia ini adalah seorang mursyid.
Wali Paidi tidak lansung duduk di tempat acara. Ia menuju dapur umum. Seperti
biasa, mecari kopi lalu mojok mengeluarkan sebatang rokoknya, jedal jedul
menunggu kedatangan mas kiai mursyid. Mastna wa tsulasa wa rruba’a, rokok habis
disedot Wali Paidi saat "mbanser" mengawasi semua tamu mas kiai
mursyid yang datang.
Wali Paidi tersenyum kecil ketika melihat kekikukan para tamu yang memakai
kopyah dan sarung NU itu. Mereka tampak rikuh duduk di kelilingi para tamu yang
berpenampilan sangat beda dari mereka. Necis, ngota (ala kota).
"Sudah lama kang," tanya pemuda ini setelah salaman.
"Gak, barusan saja datang"
"Sebenarnya mas kiai mursyid meminta bantuan kepada Kiai Ahmad untuk mendatangkan santri-santrinya ke sini membantu bagian akomodasi (angkat-angkat meja). Tapi terjadi kesalahpahaman. Yang dikirim malah para ustadz dan penggede-penggede thariqah. Dikiranya mas kiai mursyid sedang mengadakan acara kumpulan thariqah, jadinya ya seperti ini".
Wali Paidi cuma nyengir. Namun tak lama kemudian datang mas kiai mursyid yang berbercelana jeans, diiringi cewek-cewek cantik berpakaian minim. Duh, tampak seksi dan mulus-mulus betul. Mereka adalah para sales promotion girl yang sengaja didatangkan mas kia mursyid untuk membantu acara pembukaan toko barunya.
Para tamu bertepuk tangan menyambut kedatangan mas kiai mursyid, kecuali mereka yang berkopiah dan sarungan. Melihat cewek di samping mas mursyid, mereka melongo dan heran. Sungguh pemandangan di luar kendali imajinasi mereka yang sangat sufi.
Para penggede thariqah yang datang mulai timbul keraguan atas kemursyidan mas kiai ini. Sebagian besar dari mereka memang dulunya adalah murid abahnya. Tapi apa boleh buat, mereka hanya diam dan menyaksikan mas kiai mursyid, gus mursyid mereka.
Acara basi-basi sudah selesai. Hiburan dimulai. Musik mengalun indah. Para penggede thariqah terbelalak hampir tidak percaya kala mas kiai mursyid naik ke panggung mini itu dan mulai berjoget ria bersama 15 orang cewek cantik sales promotion girl.
Mereka semakin geleng-geleng melihat gus mursyid mereka berjoget lalu bersenda gurau dengan para gadis cantik dan seksi tersebut. Wali Paidi hanya tersenyum melihat tingkah dan gaya mas kiai mursyid.
Saat melihat salah satu di antara cewek cantik itu ada yang mirip Mulan Jemeela, Wali Paidi hanya membathin, "ada-ada aja mas kiai mursyid ini. tahu kalau saya suka artis itu".
Mas kiai mursyid turun panggung, menghampiri Wali Paidi. Ditariklah tangannya agar ikut dan jogetan di atas panggung bersama. Oleh mas kiai mursyid, Wali Paidi digandengkan ke cewek yang wajahnya mirip Mulan Jameela tadi. Jleb. Deg. "Rejeki gusti!"
Ketika Wali Paidi memegang tangan cewek itu, detak dzikir jantung Wali Paidi justru makin kencang. Dari tangan cewek manis ini, terdengar kalimat: "Ya, Latief, ya Latief, ya Latief…". Dari paha dan pant4tnya keluar juga kalimat "ya Jamal, ya Jamal…". Begitu pula keluar kalimat-kalimat asmaul husna dari seluruh anggota badan si cewek cantik mirip artis ini.
Wali Paidi seakan berjoget di taman surga, musik dan suasana berubah seperti di surga. Bunga-bunga indah bermunculan di sekitar taman harum dan wangi. Ia masyghul (sibuk dzikir), hingga terus berjoget, berputar putar tanpa terasa mengikuti alunan musik yang dimainkan.
"Wes kang, ayo balik ke dunia lagi. Jangan di surga terus. Ini acara jualan onderdil belum selesei," mas kiai mursyid tiba-tiba menyadarkan Wali Paidi yang sedang nikmat berdzikir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar