Pembukaan


Terima Kasih Kepada Seluruh Muslimin Dan Muslimat Yang Telah Berkunjung Ke Blog Kami, Semoga Apa Yang Anda Baca Didalam Blog Ini Dapat Bermanfaat. Sekali Lagi Syukron Katsir, Salam Ukhuwah Islamiyah.

BERSATULAH ISLAM TEGAKKANLAH AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR.

Jumat, 07 Juli 2023

 Wali Paidi Bertemu Rasulullah di Gunung Pring Magelang, Apa yang Terjadi?


Setelah cerita soal Gus Dur, Wali Paidi ngeloyor pergi. Dia berjalan terus tanpa peduli arah dan tujuan. Berjalan terus sambil menikmati rokoknya. Ia sudah sekian jauh melangkah dan lama demi menghindari tetangga dan orang-orang yang tahu hakikatnya.

Seperti tidak sadar, tiba-tiba saja hati Wali Paidi dipenuhi dzikir dengan Allah dan bersama Allah, Wali Paidi merasa, seakan-akan dia tidak berjalan di atas bumi. Ia seperti terbang, tubuhnya ringan dan hatinya dipenuhi kebahagiaan.

Wali Paidi baru tersadar ketika adzan Subuh berkumandang. Di depan, nampak sebuah masjid yang semuanya terbuat dari bambu. Ia lalu berhenti sebentar. Ia melihat banyak orang yang sudah ada di dalam masjid, menunggu jamaah.

Di antara mereka, ada yang pakai jubah, sorban, sarung dan bahkan ada yang dilengkapi dengan kopyah. Ada juga yang memakai celana tapi tetap berkopyah. Yang membuat Wali Paidi kagum adalah tiadanya lampu sama sekali, baik di dalam maupun luar masjid. Anehnya, lingkungan sekitar masjid tampak terang benderang. Ada cahaya yang nampak keluar dari orang-orang yang berada di dalam masjid. Ternyata, cahaya itulah yang menerangi seluruh masjid. 
Subhanallah!

Penasaran, Wali Paidi ikut memandangi tangannya, apakah dia ikut juga bercahaya? Ternyata tangannya juga mengeluarkan cahaya. 
Ya Allah ya Robbi! Ia meneruskan cek seluruh tubuh. Ternyata benar, kaki dan seluruh badannya juga ikut bercahaya. Masyallah, tempat apaan ini?

Karena sama-sama bercahaya, Wali Paidi mulai berani memasuki masjid dan ikut sholat berjamaah di sana. Ia shalat di barisan paling belakang karena hanya di barisan inilah yang tersisa tempat kosong. Wali Paidi melihat mereka, sela-sela tubuh para jamaah yang bercahaya itu, ada cahaya besar dan sangat terang muncul dari imam sholat. Saking terangnya, ia tidak bisa melihat wajah sang imam. Tubuhnya dikelilingi cahaya yang sangat terang sekali.

Baru kali ini Wali Paidi merasakan sholat yang begitu indah dan sangat syahdu. Suara imam yang begitu merdu membuat Wali Paidi seakan-akan diajak berjalan mengelilingi rahasia ayat-ayat Allah yang sedang dibaca imam shalat dan didengarnya itu.

Selesei shalat, Wali Paidi baru 
ngeh, ternyata di samping tempat dia jamaah barusan, ada sosok yang sangat ia kenal. Namanya Mbah Parmin, seorang kusir bendi di kampung. Di tempat misterius ini, tubuh Mbah Parmin juga ikut mengeluarkan cahaya.

"Paidi, tolong nanti kalau di rumah jangan bilang siapa-siapa tentang masalah ini," buru-buru Mbah Parmin menitip pesan ke Wali Paidi.

Sehabis dzikir, Wali Paidi memulai obrolan dengan Mbah Parmin di teras.

"Siapa yang ngimami sholat subuh tadi, Mbah".

"Beliau adalah Baginda Nabi Muhammad," jawab Mbah Parmin, "di barisan depan itu adalah wali-wali Qutb. Di barisan berikutnya adalah wali-wali yang derajatnya di bawah wali Qutb. Mereka berbaris sesuai tingkatannya, baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup, semuanya hadir di sini," lanjutnya.

Wali Paidi dan Mbah Parmin sama-sama tersenyum karena keduanya sadar berada di barisan paling belakang di antara para jamaah.

Tidak lama kemudian, acara dilanjutkan saling bersalaman, sambil membaca sholawat. Saat itulah Wali Paidi bertemu guru mursyidnya dan wali-wali yang selama ini cuma mendengar tentang ceritanya saja di masyarakat dan di kitab-kitab kuning.

Wali Paidi begitu bahagia karena bisa bersalaman dengan para wali yang selama ini sangat dicintai dan dihormatinya. Setelah selesai salim, para wali pergi sendiri-sendiri, tiba-tiba hilang entah ke mana. Akhirnya, tinggal Wali Paidi dan Mbah Parmin saja yang berada di dalam masjid. Setelah semua pergi, baru Wali Paidi dan Mbah Parmin keluar dari masjid.

"Di mana ini, Mbah?"

"Di Gunung Pring Magelang, Jawa Tengah".

Wali Paidi menoleh ke belakang, ternyata masjid itu sudah hilang

"Aku pergi dulu yah, 
assalamuálaikum," kalimat itu diucapkan Mbah Parmin saat pamitan. Ia berjalan di sela-sela pepohonan, lama-lama ikut menghilang juga di tengah hutan belantara.

"Waduh Mbah, aku sebenarnya mau pinjem duit dulu buat sangu pulang sebelum jenengan 
ngilang, duh!" Ia sudah telat, Mbah Parmin sudah kadung ngilang.

"Terpaksa 
nggandul truk lagi ini," Wali Paidi akhirnya melangkah pergi juga, mencari truk. Kasihan juga.

Selama masih ada rokok dan kopi, tidak ada masalah bagi Wali Paidi menghadapi situasi kantong kering bolong, alias kepepet tanpa duit. Ia keluarkan rokok dari selipan kopyah, menyalakannya, jedal-jedul merokok sebentar, dan, terus berjalan ke depan.

Wali Paidi tidak berani mencoba 
ilmu melipat bumi yang dimilikinya, karena Wali Paidi takut kesasar-sasar seperti waktu itu. Wali Paidi berjalan sambil mengenang kembali pertemuannya dengan para wali dan juga Baginda Nabi Muhammad barusan meski ia tidak dapat begitu jelas melihat wajah mulia Rasulullah saking terangnya nur cahaya beliau.

Wali Paidi masih ingat perkataan Rasulullah ketika acara bersalam-salaman tadi. Bahwa bala' atau adzab Allah akan segera diturunkan. Para wali diperintah oleh Baginda Nabi agar bersiap-siap menerimanya, sesuai dengan tingkatannya kewalian yang diberikan Allah.

Ketika bala' atau adzab turun ke bumi, yang pertama kali menanggung adalah para wali Allah. Semakin tinggi derajat seorang wali, semakin besar pula adzab yang akan ditanggungnya. Para wali melakukan hal tersebut agar ketika adzab itu sampai diterima oleh umat manusia lainnya, hanya tinggal sedikit dan ringan efeknya.

MasyaAllah, betapa besar rasa cinta mereka kepada kita semua, umat manusia, bukan hanya umat Islam saja. Kadang bala' atau adzab Allah itu tidak sampai menimpa umat manusia karena sudah habis ditanggung para wali. Namun jika bala' atau adzab Allah itu begitu besar dan luas, maka adzab itu baru menimpa manusia.

Dan bala' atau adzab yang paling ringan diterima umat manusia adalah "
ndas ngelu gak ngerti sebabe" (kepala pusing tidak tahu penyebabnya) disertai dengan perasaan sedih dan galau yang tidak tahu penyebabnya juga.

Tanpa terasa, Wali Paidi sudah sampai di jalan raya, dan dilihatnya ada sebuah truk yang melintas. Wali Paidi menyetop dan minta nebeng ke sopir. Maklum, ia kehabisan bekal dan uang di tengah hutan tadi.

[dutaislam.com/ab]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar